Ingat tagline sebuah minuman bersoda
yang berbunyi, di mana saja dan kapan saja? Tagline tersebut
sejatinya lebih cocok untuk menggambarkan keberadaan ide. Di mana
saja dan kapan saja. Ya itulah keberadaan ide. Sukatna PM
Ada sebagian orang yang mendapatkan ide
ketika sedang mengamati gemerciknya air di pancuran, ada yang
mendapatkan ide saat berjalan-jalan di taman, ada yang mendapatkannya
ketika sedang berkendara. Bahkan sebagian orang mengaku mendapatkan
ide ketika sedang (maaf) buang hajat di toilet.
Archimedes menemukan hukum (Archimedes)
yang di kemudian hari memberikan kontribusi besar bagi kemajuan
peradaban manusia ketika sedang kungkum (berendam) di bak mandi.
Gaya ke atas yang melawan tubuhnya yang ambles ke air, digunakan
sebagai dasar pembangun teorinya. Konon, lantaran suka citanya
Archimedes melompat dari bak mandi, berlari sambil berteriak Eureka!
Eureka! Eureka! (Saya telah menemukannya!) Tentu saja masih dalam
keadaan telanjang bulat.
Semua pengakuan yang terekam maupun
yang belum terekam tersebut benar adanya, karena ide memang berada di
mana saja dan kapan saja.
Lalu seberapa banyak ide yang
dipikirkan orang dalam seharinya? Menurut Marci Shimoff, salah satu
tokoh yang dikutip dalam karya luar biasa Rhonda Byrne The Secret,
dalam sehari manusia memproduksi 60.000 pikiran. Sekali lagi 60.000
pikiran setiap harinya. Kalau kita mengasumsikan pikiran manusia
difokuskan untuk menghasilkan ide bisnis, maka dalam sehari ia akan
menghasilkan 60.000 ide bisnis. Luar biasa. Sayangnya, kita belum
mengetahui potensi luar biasa tersebut. Kita perlu mengetahui
bagaimana langkah-langkah mengubah ide-ide melimpah menjadi mesin
rupiah.
Langkah Pertama, Menggali dan Mencari
Kelimpahan Ide. Seperti dikatakan Marci Shimoff, dalam satu hari
dalam benak manusia memproduksi 60.000 pikiran. Namun tanpa adanya
usaha untuk memfokuskan ke dalam satu arah tertentu, 60.000 pikiran
atau ide itu akan sekadar berseliweran dalam kepala seseorang. Dengan
adanya usaha untuk mengarahkan atau menuntun pikiran ke arah tujuan
tertentu ide-ide yang berseliweran akan lebih memiliki arti. Untuk
mendapatkan ide-ide yang saling bertautan dan saling menguatkan (ide
kumulatif) perlu melakukan penggalian, pencarian dan penyaringan.
Tidak semua orang mengalami hal yang
dalam mendapatkan ide bisnis kumulatif ini. Pencarian, penggalian ide
bukanlah sesuatu yang pasif. Proses ini bersifat aktif dan sangat
dipengaruhi lingkungan, hobi, pengetahuan dan pengalaman seseorang.
Dari sisi lingkungan, lihat saja, orang
yang terlahir di lingkungan warga keturunan yang didominasi dengan
aktivitas bisnis akan sangat gampang dan cepat menangkap ide-ide
bisnis di sekitarnya. Bahkan, mungkin di sepanjang waktu dan hidupnya
mereka selalu berpikir untuk selalu mendapatkan ide dan mewujudkan
bisnisnya. Terbukti hampir semua jenis bisnis yang mereka geluti
membuahkan hasil luar biasa.
Lingkungan yang berubah juga menawarkan
ide-ide bisnis untuk dijadikan peluang bisnis. Adanya para vegetarian
atau adanya sejumlah penyakit tertentu yang disebabkan karena terlalu
banyak mengonsumsi daging menumbuhkan ide untuk membuat daging
tiruan, yang berbahan baku dari jamur. Juga, munculnya ide untuk
mengolah jantung pisang menjadi dendeng, yang dari sisi rasa dan
gizinya tidak kalah dengan dendeng berbahan baku daging.
Lingkungan yang cepat berubah di dunia
transportasi dengan naiknya harga BBM juga menyebabkan “migrasi”
besar-besaran pada pola pemilihan kendaraan. Sepeda motor, yang
dinilai sebagai pilihan paling irit untuk berkendara menempati
peringkat teratas. Migrasi besar-besaran ini melahirkan ide-ide
bisnis yang masih terkait dengan sepeda motor. Misalnya bisnis
bengkel, pembuatan suku cadang, penjualan suku cadang dan pembuatan
serta penjualan asesoris sepeda motor. Jenis bisnis dari asesoris
motor sendiri saja jumlahnya tak terhitung lantaran dari waktu ke
waktu selalu mengalami perubahan sesuai dengan trend permintaan
pasar. Misalnya, trend rem yang suaranya menyerupai rem angin bus.
Trend klakson pun bermacam-macam, mulai dari suara ringkik kuda,
lenguh sapi sampai gonggongan anjing.
Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap
yang mengalaminya, bencana lingkungan seperti banjir, tanah longsor
juga memunculkan ide-ide bisnis. Misalnya, bisnis kantong mayat. Tak
berarti bersenang-senang di atas penderitaan orang lain, karena sifat
bencana yang tidak terduga dan tidak bisa ditolak, kantong-kantong
mayat tersebut bisa membantu pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk
mengevakuasi korban, sehingga bisa meminimalkan efek negatif dari
keterlambatan mengevakuasi mayat.
Bencana banjir juga bisa memunculkan
ide untuk membuat alat-alat yang “anti-banjir.” Artinya,
alat-alat tersebut tidak rusak dan masih bisa berfungsi pada saat
banjir melanda. Bahkan ada yang mempunyai ide untuk mendesain lemari
yang dalam waktu singkat bisa disulap sebagai sekoci pada saat banjir
melanda. Mengingat cakupan banjir, semakin lama semakin luas, bahkan
hampir merata di seluruh Pulau Jawa, sebagian Sumatera dan sebagian
Kalimantan, ide bisnis ini sangat brilian.
Hobi juga memberikan kesempatan lebih
besar untuk menggali dan mencari ide-ide bisnis. Orang yang memiliki
hobi naik gunung, misalnya, besar kemungkinan, akan memiliki bisnis
yang terkait dengan aktivitas naik gunung. Bos Avtech Yudi Kurniawan
yang keranjingan naik gunung akhirnya membuka bisnis sebagai produsen
alat-alat perlengkapan naik gunung. Ide bisnis terlintas, ketika dia
menyadari bahwa alat-alat perlengkapan naik gunung yang ada di
pasaran saat itu harganya sangat mahal. Oleh karena itu jika ia mampu
memproduksi alat perlengkapan naik gunung dengan harga yang lebih
murah tentu peluang untuk mendapatkan konsumen tinggi. Konsumen itu
bisa berasal dari pada konsumen yang beralih dari pembeli alat-alat
perlengkapan yang sudah ada maupun dari konsumen baru yang selama ini
ingin membeli alat perlengkapan naik gunung tetapi belum mampu
karena harganya yang kelewat tinggi.
Jap Khiat Bun, salah eksportir ikan
hias terbesar di Indonesia, mendapatkan ide bisnis dari hobinya
memelihara ikan hias. Bermodalkan lima aquarium Jap terus mengulik
ikan hias. Bahkan, saking hobinya kepada ikan hias, seluruh waktunya
ia dedikasikan untuk mengurusi ikan hias, sehingga pernah suatu waktu
ia sampai terserang stroke ringan. Namun karena hobinya tersebut
kini ia tercatat sebagai salah satu pemain besar pengekspor ikan hias
berbendera CV Maju Aquarium.
Page 2 of 3
Pengalaman dan pengetahuan juga
menstimuli lahirnya ide-ide bisnis. Urpan Dani, pemilik PT Salsabila
Rizky Pratama, tercetus ide untuk berbisnis di dunia lumpur
pengeboran minyak, setelah sebelumnya bekerja di sebuah perusahaan
yang memiliki bisnis inti sejenis. Urpan melihat masih banyak peluang
yang terbentang di bisnis ini, karena jumlah pemain yang terjun ke
bisnis tersebut relatif sedikit. Pengalaman dan pengetahuan yang
ditimba sebelumnya memberikan landasan yang kuat untuk melahirkan ide
dan mewujudkannya ke dalam bisnis, serta cara-cara penanganannya
mulai dari memproduksi barang sampai memasarkannya ke konsumen.
Sebelum mendirikan factory outlet,
Perry Tristianto Tedja, sempat berbisnis kaos yang dikaitkan dengan
tema-tema musik karena sebelumnya Perry sempat menjadi direktur utama
sebuah perusahaan rekaman. Maka setelah mengundurkan diri dari
perusahaan rekaman tersebut, ia memanfaatkan jaringan toko-toko kaset
dengan menjual kaos yang masih ada kaitannya dengan dunia musik. “
Kalau tadinya saya bekerja di bidang farmasi mungkin saya akan
berjualan kaos yang ada kaitannya dengan dunia farmasi,” akunya
pada suatu waktu.
Hengky Setiawan bos Telesindo Shop juga
menimba ilmu dan pengalaman terlebih dahulu dengan menjadi seorang
sales. Ilmu pengetahuan dan pengalaman inilah yang memberikan
landasan kuat untuk mewujudkan idenya membangun bisnis distributor
produk-produk seluler di bawah bendera Telesindo Shop. Kini bisnis
yang dikomandoi ini merupakan tiga terbesar di Indonesia untuk bisnis
sejenis.
Lalu bagaimana untuk mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman bagi seseorang yang belum pernah bekerja
pada suatu perusahaan tertentu? Sumber pengetahuan dan pengalaman
berbisnis bukan hanya didapat dari perusahaan tertentu. Saat ini
banyak sekali sumber pengetahun dan pengalaman bisnis yang bisa kita
dapatkan. Mulai dari media cetak koran, tabloid, majalah, buku,
sampai media audio visual dan online.
J Ganang Andi, memiliki ide bisnis
membuat miniatur pesawat tempur dari kertas setelah keranjingan
membaca buku-buku dan majalah militer. Hampir semua informasi soal
perkembangan teknologi persenjatan hingga saat ini selalu dilahapnya.
Ia belajar membuat membuat miniatur pesawat kertas dari satu majalah
yang memuat pola-pola cara membuat pesawat dari kertas yang kemudian
ia kembangkan sendiri desain dan pola-polanya.
Pada kenyataannya mungkin ide bisnis
tidak lahir karena satu faktor saja. Sangat besar kemungkinan ide
bisnis ini lahir dari kombinasi faktor-faktor tersebut di atas.
Misalnya, faktor lingkungan yang berkombinasi dengan hobi atau faktor
lingkungan dengan pengetahuan dan pengalaman, atau justru kombinasi
dari semuanya.
Dalam The Origins of Entrepreneurship
disebutkan berdasarkan survei ditemukan fakta bahwa 43 % pengusaha
mengaku ide bisnisnya berasal dari pengalaman bekerja di industri
yang sama, 15 % pengusaha memperoleh ide dari melihat orang lain
mencoba suatu usaha, 11 % pengusaha mendapat ide pada saat melihat
peluang pasar yang tidak atau belum terpenuhi, 7 % pengusaha
menemukan ide karena telah meneliti secara sistematik kesempatan
berbisnis, dan 3 % pengusaha muncul ide bisnisnya karena hobi.
Langkah Kedua, Mendiskusikan Ide Kepada
Orang yang Lebih Expert.
Lahirnya sebuah ide bisa terjadi secara
tidak terduga maupun sudah dipersiapkan secara matang. Sekalipun
lahir dari persiapan yang matang bukan berarti ide bisnis ini sudah
sempurna. Ide-ide bisnis ini harus didiskusikan dengan orang-orang
yang lebih mumpuni di bidangnya. Pada saat Larry Page dan Sergey Brin
mempunyai ide untuk membuat search engine Google keduanya
mendiskusikan ide tersebut kepada Profesor David Cherington. Bukan
saja, Profesor David mendukung ide tersebut di saat orang lain
meragukannya, bahkan oleh Profesor dari Stanford University ide
tersebut dibawa ke venture capital Kleiner Perkins Caufield &
Byers untuk mendapatkan pendanaan.
Tetapi seringkali penemu ide bisnis
kesulitan untuk menemukan orang yang tepat. Mendiskusikan ke anggota
keluarga, alih-alih mendapat dukungan, dalam kebanyakan kasus mereka
malah mengendorkan semangat dengan lebih menonjolkan risiko-risiko
ketimbang peluang-peluang yang mungkin bisa didapatkan dari ide
bisnis itu.
Namun sebenarnya tidaklah terlalu sulit
untuk menemukan orang yang tepat guna mendiskusikan ide bisnis
tersebut. Eksperimen Dr Stanley Milgram dari Yale University
membuktikan hal itu. Berdasarkan eksperimennya, hanya dibutuhkan
maksimal enam orang untuk menjangkau siapa pun dan di negara bagian
mana pun di Amerika Serikat. Artinya, hanya ada enam derajat
pemisahan bagi seseorang untuk bisa menjangkau seseorang lainnya yang
dia butuhkan, di mana pun di dunia. Misalnya saja Anda ingin
menghubungi saya mungkin hanya membutuhkan enam teman, bahkan kurang
dari itu, padahal Anda tidak pernah mengenal saya sebelumnya.
Pertama, mungkin Anda akan menghubungi teman yang bekerja di media
massa. Kemudian teman Anda akan menghubungi temannya yang bertugas
meliput bidang ekonomi, dan teman tersebut akan segera bisa
menghubungkan Anda dengan saya. Dalam kasus ini, pemisahan antara
Anda dengan saya hanya tiga derajat.
Seberapa penting ide bisnis
didiskusikan? Orang lain selalu bisa memberikan perspektif yang
berbeda dengan kita sehingga ini bisa memperkaya perspektif ide
bisnis kita. Pengetahuan dan pengalaman orang lain, apalagi dia
seorang pakar, akan bersifat komplementer dengan pengetahuan yang
kita miliki. Feni Indah Kusumawati bersama rekannya Marlinda Sari,
Desi Nurmasari, dan Rachmat dari Institut Pertanian Bogor memiliki
ide brilian untuk membuat permen berbahan baku wortel. Namun ide itu
mentok pada persoalan rasa wortel yang getir dan berbau langu. Mereka
baru berhasil menemukan formula yang bisa menghilangkan rasa getir
dan bau langu pada wortel setelah mendiskusikan hal ini dengan dosen
teknologi pangan dari IPB.
Elang Gumilang, mahasiswa yang juga
Direktur PT Dwikarsa Semestaguna memiliki usaha properti bernilai
miliaran rupiah, awalnya berbisnis kecil-kecilan. Mulai dari dagang
mainan dari tanah liat sampai berbisnis minyak goreng. Bisnisnya
mulai terbentuk ke bisnis yang lebih serius setelah dosennya memberi
nasehat,” kalau mahasiswa bisnis yang tepat memakai otak, bukan
mengandalkan otot.”
Langkah Ketiga, Melakukan Riset
Terhadap Ide.
Yang terbayang di kepala orang adalah
metodologi-metodologi yang rumit ketika berbicara masalah riset.
Idealnya memang demikian, sehingga hasil kesimpulan dari riset
tersebut bisa dipertanggungjawabkan. Namun tidak semua orang memiliki
kemampuan maupun dana untuk melakukan riset seperti yang dimaksud di
atas. Riset terhadap ide bisa disederhanakan, dengan sekadar mencari
tanggapan kepada kolega atau ke orang secara acak mengenai tanggapan
mereka seandainya ide bisnis tersebut dijalankan. Misalnya, Anda yang
tinggal di suatu perumahan memiliki ide untuk menjalankan bisnis
antar jemput anak sekolah. Anda pergi ke blok A untuk menanyakah
kepada beberapa orang tua apakah mereka tertarik untuk mengikutkan
anak mereka dalam program antar jemput anak sekolah seandainya Anda
memiliki bisnis jasa tersebut. Demikian juga yang Anda tanyakan
kepada orang tua di blok-blok lain. Jika sebagian dari mereka
menjawab ya, maka ini merupakan modal besar bagi Anda untuk
mewujudkan bisnis antar jemput anak sekolah di perumahan itu.
Tetapi ada kemungkinan ide bisnis Anda
memerlukan riset yang lebih rumit dan tidak cukup hanya sekadar
bertanya satu dua persoalan. Misalnya seseorang ingin mendirikan toko
emas di depan sebuah perumahan, tetapi dia tidak tahu persis berapa
kekuatan daya beli warga di perumahan tersebut. Maka calon pengusaha
yang bersangkutan bisa memanfaatkan riset dari perusahaan lain.
Perusahaan-perusahaan besar, seperti jaringan minimarket atau
jaringan salon cuci mobil ternama, pasti sudah melakukan riset
sebelum mendirikan cabang atau gerai jaringannya. Kalau kita hanya
sekadar ingin mengetahui daya beli warga perumahan setempat kita
bisa mengikuti atau ndompleng riset mereka.
Monday, 22 September 2008
Page 3 of 3
Langkah Keempat, Menemukan Hal yang
Spesifik dari Ide.
Sebagian besar dari kita memang tidak
terlahir sebagai orang hebat yang bisa menghasilkan ide-ide orisinil.
Tidak perlu pesimistis. Orang sukses bukan monopoli pemilik ide
orisinil. Ikan adalah binatang yang paling besar memanfaatkan air
dibandingkan makhluk apa pun, namun bukan ikan yang menemukan air
atau menemukan rumus molekul air. Monyet juga paling besar
memanfaatkan pohon, tetapi bukan monyet yang menemukan pohon. Kedua
makhluk itu bisa memanfaatkan sebesar-besarnya air dan pohon karena
keduanya memiliki anugerah khusus dibandingkan makhluk lainnya. Ikan
memiliki insang (kecuali ikan paus) sedang monyet memiliki tangan
yang kokoh dan cekatan untuk bergelantungan. Tegasnya, sukses
tidaknya suatu bisnis tidak terletak apakah yang bersangkutan sebagai
penemu ide bisnis atau bukan, tetapi lebih merupakan kemampuan untuk
mengoptimalkan kelebihan spesifik dari ide bisnisnya. Ide untuk
memproduksi permen bukanlah hal yang baru. Namun ketika Anda bisa
memberikan nilai lebih dibandingkan dengan permen-permen lain yang
sudah beredar, Anda bisa menawarkan hal yang berbeda. Dalam contoh
permen wortel, selain tetap mempertahankan hal-hal menarik pada
produk permen, seperti rasa manis dan bentuknya menarik anak-anak,
kandungannya juga bisa memasok asupan vitamin A bagi anak-anak.
Jus pesan-antar Mama Roz, mungkin bukan
yang pertama berada di pasaran. Tetapi klaim bahwa bahan bakunya asli
dari buah segar tanpa konsentrat dan bahan pengawet lainnya merupakan
kelebihan yang bisa ditonjolkan sehingga dengan cepat jus ini bisa
merebut hati pelanggan.
Langkah Kelima, Menentukan Target Pasar
dari Ide Bisnis.
Setelah melakukan riset atas ide,
bisnis yang akan dibangun semakin kelihatan bentuk dan kualitasnya.
Sebagai langkah lanjutnya, adalah penentuan target pasar atas ide
tersebut. Sekalipun berdasarkan riset sudah tergambar bahwa produk
dari bisnis yang akan dijalankan bisa diterima masyarakat luas, namun
harus segera ditentukan siapa targetnya. Satu hal di dunia bisnis
modern ini adalah kenyataan bahwa suatu produk tidak mungkin bisa
menjangkau semua target pasar. Hal ini terjadi bukan saja karena
banyaknya pesaing, bahkan pesaing yang sudah ada lebih dominan,
melainkan secara alamiah memang tidak ada produk yang bisa memuaskan
semua kalangan. Produk yang berkualitas dan membutuhkan bahan baku
yang juga tinggi kualitasnya sehingga production cost-nya tinggi
tentu tidak cocok kalau disasarkan untuk kalangan menengah ke bawah.
Produk Deco Book, misalnya. Bisa saja semua orang mengakui bahwa seni
kerajinan tangan dari buku bekas ini memang eksotis, namun untuk
kalangan menengah ke bawah membeli sebuah kerajinan dari buku bekas
dengan banderol Rp300 ribu, tentu akan berpikir ulang. Penentuan
target pasar ini akan menentukan sukses tidaknya penerimaan pasar.
Langkah Keenam, Menentukan Besarnya
Dana Serta Sumbernya.
Dana, dalam bisnis merupakan darah.
Kalau ide ibarat kusir, maka dana adalah kudanya. Tanpa kuda, delman
tidak akan pernah bergerak ke mana-mana, meski sang kusir sudah
memiliki rencana indah untuk pergi tamasya keliling kota. Begitu
vitalnya dana, seringkali persoalan ini dijadikan alasan pembenar
bagi seseorang yang ketakutan memulai bisnis. “Saya memiliki ide
bisnis bagus, sayangnya saya tidak memiliki cukup dana untuk
mewujudkan ide itu,” kata orang-orang berdalih.
Keperluan terhadap besarnya dana untuk
masing-masing ide bisnis beragam. Ada ide yang cukup didanai dengan
tabungan sendiri, ada ide yang membutuhkan patungan sanak saudara dan
kolega, namun ada juga ide yang membutuhkan dana dari investor atau
lembaga keuangan. Ide Larry Page dan Sergey Brin membuat search
engine Google jelas membutuhkan dana yang besar, yang tidak mungkin
mereka biayai sendiri lantaran keduanya masih berstatus sebagai
mahasiswa. Namun ide yang cemerlang pasti ada jalan keluarnya. Dengan
bantuan Profesor David Cherington ide tersebut dibawa ke Kleiner
Perkins Caufield & Byers sehingga ide tersebut mewujud menjadi
perusahaan raksasa seperti yang kita saksikan saat ini.
Jadi persoalan terbesarnya bukan
terletak pada ada tidaknya dana tetapi lebih merupakan pada persoalan
prospektifnya ide bisnis dan ketepatan menentukan dana yang
dibutuhkan. Inilah yang terpenting dalam tahapan ini. Seringkali
orang merasa membutuhkan dana yang besar untuk suatu ide bisnis,
sehingga mereka mengajukan pinjaman di atas kebutuhan yang
sebenarnya. Ketika pinjaman cair kebutuhan menjadi melebar ke
mana-mana, sehingga kelak di kemudian hari bisnis yang dijalankan
menjadi tersendat-sendat karena harus menanggung biaya yang
seharusnya memang bukan menjadi kewajiban bisnis tersebut.
Langkah Ketujuh, Menentukan Waktu Untuk
Memulai Bisnis.
Ingat nasihat seorang dai tentang
memulai bisnis yang berbunyi: mulai dari diri kita sendiri, mulai
dari yang kecil dan mulai dari saat ini. Ingat juga dengan nasihat
don’t put off until tomorrow what you can do today . Namun ternyata
saat (waktu) memiliki keistimewaan sendiri. Sepertiga malam yang
terakhir merupakan waktu yang terbaik untuk berdoa, meskipun kita
bisa berdoa di sembarang waktu.
Sepintas ada yang kontradiktif dari dua
hal di atas. Benarkah demikian? Kalau kita mendalami lebih jauh
tentang dua hal di atas sebenarnya tidak ada yang kontradiktif.
Nasihat kelompok pertama lebih ditujukan kepada orang-orang yang suka
menunda-nunda waktu, dengan berbagai dalihnya. Sedangkan kenyataan
bahwa ada waktu atau momen tertentu yang tepat untuk melakukan
aktivitas ditujukan untuk orang-orang yang teliti melakukan persiapan
dalam melakukan aktivitasnya. Kenyataan yang tidak bisa dibantah,
alam secara keseluruhan dan alam bisnis memiliki suatu ritme sendiri.
Menjual perahu karet di saat musim kemarau, jelas salah timing.
Ketepatan timing dalam memulai bisnis
merupakan salah satu komponen penting sukses tidaknya bisnis. Bisnis
susu jagung akan jauh lebih sukses ketika harga susu sapi dan keledai
melonjak tinggi. Bisnis menjual alat penghemat bahan bakar akan
menemui momentumnya ketika harga BBM melejit, demikian juga bisnis
bahan bakar alternatif. Bisnis alat-alat olahraga akan lebih tinggi
omsetnya ketika menjelang Agustusan tiba. Adalah tidak tepat menjual
sepatu anti-air pada saat kemarau.
Demikian tujuh langkah dalam mewujudkan
ide dan peluang menjadi lumbung uang. Bisa jadi langkah yang
dilakukan satu pengusaha dan pengusaha lainnya berbeda, sehingga
langkahnya bisa lebih pendek atau lebih panjang dari tujuh langkah
tersebut. Namun kami yakin tujuh langkah ini bisa dijadikan referensi
bagi Anda yang ingin segera mewujudkan ide menjadi bisnis.
Sumber :
© 2009 Majalah Pengusaha - Peluang
Usaha dan Solusinya
Satu Hari dengan 60.000 Ide Brilian
Kang Lili, menarik juga artikelnya moga kita bisa dapat terus berkarya demi agama, nusa dan bangsa....
BalasHapus